Sejarah Gunung Ijen

Gunung Ijen Banyuwangi
Sumber Gambar : amazingbanyuwangi (instagram)

Sejarah Gunung Ijen Banyuwangi

Gunung Ijen adalah gunung berapi yang masih aktif dengan puncak mengerucut, yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.

Gunung Ijen mempunyai ketinggian sekitar 2.386 mdpl dan letaknya  berdampingan dengan Gunung Merapi. Gunung Ijen meletus terakhir pada tahun 1999.

Mempunyai kawah dengan luas sekitar 960 x 600 meter dengan kedalaman sekitar 200 meter, yang merupakan kawah terbesar di Indonesia.

Kawah Gunung Ijen
Sumber Gambar : rheevarinda (instagram)

Salah satu fenomena alam yang paling terkenal dan banyak di datangi wisatawan lokal maupun dari luar daerah bahkan dari Mancanegara  dari Gunung Ijen adalah Blue Fire, di dalam kawah yang terletak di puncaknya.

Blue Fire Kawah Gunung Ijen
Sumber Gambar : kawahijenguide (instagram)

Blue Fire ( Api Biru ) ini terjadi akibat pembakaran gas Belerang yang kontak dengan udara panas  pada suhu diatas 360 oC, untuk melihat fenomena ini, waktu terbaik adalah dini hari sampai jam 05.00 wib pagi.

Gunung Ijen yang berada di perbatasan antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso ini masih belum jelas patal batas nya, sehingga masih menjadi polemik diantara Dua Kabupaten tersebut.

Namun pihak Banyuwangi bersikukuh bahwa Gunung Ijen ini dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang di dasari oleh adanya Peta peninggalan  Zaman penjajahan Belanda yang berjudul Besoeki Afdeling tahun 1895, Idjen Hooglan 1920, Java Madura 1942, Java Resn Besoeki 1924, Java Resn Besoeki 1924 Blad XCIII C, dan Java Besoeki Resn 1925.

Sementara itu Pemerintah Kabupaten Bondowoso juga mengklaim Gunung Ijen masuk kedalam wilayahnya berdasarkan peta milik Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional ( BKSPN ) tahun 2000.

Di dalam peta tersebut bahwa Gunung Ijen terbagi menjadi 2 kepemilikan yaitu milik Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso.

Perebutan status kepemilikan Gunung Ijen terjadi sejak tahun 2006 karena potensi yang dimiliki Gunung Ijen tersebut sangat luar biasa, dari sisi pariwisata maupun sisi ekonominya.

Di sisi pariwisatanya Gunung ijen sudah tidak bisa diragukan lagi keindahan alamnya termasuk didalamnya kawah Ijen yang sudah sangat terkenal yang menjadi salah satu mahgnet pariwisata, sedangkan sisi ekonomi di Gunung Ijen terdapat bahan tambang yang berupa  Belerang.

Belerang Gunung Ijen
Sumber Gambar : noverasari ( instagram )

Gunung Ijen pernah di ulas di majalah Familia pada bulan Desember 2003 tentang sekelumit sejarah Gunung ijen.

Nama Gunung Ijen mulai terkenal di dunia sejak ada Dua turis asal Perancis yang datang ke gunung ini, Turis tersebut bernama Nicolas Hulot serta istrinya yang bernama Katia Kraft pada tahun 1971.

Mereka menceritakan kisah pesona yang dimiliki Kawah ijen beserta betapa kerasnya para penambang bongkahan belerang di majalah Geo terbitan Perancis.

Dua hal inilah yang menjadikan Kawah Ijen sebagai daya tarik utama baik bagi wisatawan maupun fotografer dunia.

Nama Gunung Ijen juga disebut – sebut saat seorang Pangeran yang berasal dari Kerajaan Wilis melakukan Perang Gerilya melawan penjajahan VOC Belanda dari balik lereng Gunung Ijen.

Yang pada akhirnya harus menelan kekalahan, namun dengan kisah ini bisa membuktikan bahwaGunung Ijen menjadi tempat persembunyian yang sangat ideal bagi pejuang kemerdekaan melawan para penjajah.

Mempunyai kontur tanah yang bergunung – gunung dan di penuhi dengan hutan yang lebat, sungguh sangat menakutkan bagi orang luar yang datang ke daerah ini. Kesan wingit atau angker sangat begitu melekat di wilayah tak bertuan ini.

Gunung Ijen mulai tersentuh pada saat Kompeni Belanda menyewakan tanah yang amat luas di daerah Besuki, Panarukan, Probolinggo dan wilayah sekitarnya kepada orang kaya dan penduduk Cina yang berada di Surabaya, yang bernama Han Chan Pit dan saudaranya Han Ki Ko.

Untuk menarik minat pekerja, Saudagar ini membagi bagikan beras gratis saat musibah kelaparan melanda.

Dalam waktu yang relative singkat, datanglah sekitar 40 ribu pekerja yang datang dari pulau Madura.

Mereka Membuka lahan pertanian, bertanam padi, serta sayuran, dengan menggunakan system irigasi yang teratur.

Namun dengan meletusnya pemberontakan yang dilakukan oleh para petani yang dipimpin Kiai Mas pada tahun 1813, membuat tanah sewaan ini dibeli kembali.

Pelaksanaan Politik culturstelse yang dilakukan oleh Belanda pada akhir abad ke – 19 memaksa kembali membuka lahan – lahan yang terpencil, termasuk kawasan Gunung Ijen yang menjadi perkebunan kopi dan karet.

Dan lagi – lagi di datangkan pekerja yang jumlahnya ribuan dari pulau Madura. Maka terciptalah daerah ‘Madura Kecil’ yang menjadi pusat pemukiman orang – orang yang berasal dari Pulau Madura beserta adat, budaya dan bahasanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×