Legenda Lembu Sura Gunung Kelud

gunung kelud lembu sura
sumber gambar : @gunungkelud.id (instagram)

Gunung Kelud terletak di Kecamatan Ngancar , Kabupaten Kediri , Jawa Timur , Indonesia. Gunung ini seringkali meletus dan banyak memakan korban jiwa sejak abad ke- 15 sampai abad ke-20.

Gunung Kelud merupakan salah satu destinasi objek wisata menarik yang berada didaerah itu. Panorama yang ada di Gunung Kelud begitu memukau.

Tinggi dari gunung ini mencapai 1730 meter diatas permukaan laut. Setiap tanggal 23 suro (penanggalan jawa) masyarakat sekitar menggelar acara arung sesaji, inilah daya tarik tersendiri dari gunung tersebut.

Acara tersebut dilaksanakan di kawah Gunung Kelud untuk simbol Condro Sengkolo atau sebagai tolak balak dari bencana yang disebabkam oleh penghianatan cinta yang dilakukan oleh putri Kerajaan Majapahit terhadap seorang pemuda yang bernama Lembu Sura.

Penasaran dengan kisah tersebut? simak ulasan artikel dibawah ini.

Terjadinya Gunung Kelud

gunung kelud yang indah
sumber gambar : @gunungkelud.id (instagram)

Diceritakan bahwa di daerah Jawa Timur ada seorang raja yang bernama Raja Brawijaya di Kerajaan Majapahit. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang begitu cantik bernama Dyah Ayu Pusparani.

Keindahan tubuh putri tersebut begitu mempesona. Dengan kulit yang lembut bagai sutra dan juga wajah yang elok berseri bagai bulan purnama.

Banyak pangeran maupun raja datang untuk melamar sang putri, namun sang raja Brawijaya belum juga menerima lamaran tersebut.

Hal ini dilakukan sebab sang raja tidak ingin timbul kecemburuan antar pelamar dengan pelamar lainnya. Sisi lain sang raja juga tidak ingin menolak secara langsung lamaran itu karena takut mereka akan menyerang kerajaan.

Hingga akhirnya sang Prabu Brawijaya menemukan sebuah ide yaitu ingin mengadakan sayembara bagi para pelamar tersebut.

Sayembara tersebut yakni barang siapa yang berhasil merentang busur sakti Kyai Garudayeksa dan juga mengangkat gong Kyai Sekardelima maka dialah yang pantas menjadi suami putri kesayangannya.

Sang Prabu Brawijaya memerintahkan para pengawal untuk menyampaikan pengumuman sayembara tersebut kepada seluruh rakyat, termasuk para raja dan juga pangeran dari kerjaan-kerajaan sekitar.

Ketika sudah ditentukan waktunya , para peserta pun dari berbagai negri berkumpul di halaman istana kerajaan.

Raja Prabu Brawijaya tampak duduk diatas singgasana yang didampingi oleh pengawal dan juga putrinya. Busur Kyai Garudyeksa dan gong Kyai Sekadelima dipersiapkan , sang Raja memukul gong yang bertanda acara dimulai.

Sayembara dimulai peserta satu persatu mengeluarkan kesaktiannya untuk merentang busur Kyai Garudyeksa dan mengangkat gong Kyai Sekadelima.

Namun tak ada seorang pun peserta yang berhasil melakukannya. Bahkan banyak peserta justru mendapat musibah seperti patah tangannya ketika memaksakan diri merentangkan busur sakti itu dan ada pula peserta yang patah pinggangnya ketika mengangkat gong tersebut.

Saat Prabu Brawijaya ingin memukul gong untuk mengakhiri sayembara tersebut, tiba-tiba datanglah seorang pemuda yang bekepala lembu ingin mencoba sayembara tersebut.

Tanya seorang pemuda ini ” Wahai Gusti Prabu, apakah saya diperbolehkan mengikuti sayembara ini?”. Dan dijawab oleh sang Prabu Brawijaya ” Hai pemuda berkepala lembu! siapa namamu ?”.

Pemuda ini menjawab “Nama hamba Lembu Sura”.

Sang Prabu Brawijaya mengira bahwa Lembu Sura tidak akan mampu untuk merentang busur sakti dan juga mengangkat gong besar itu.

Pada akhirnya Prabu Brawijaya mengizinkan Lembu Sura mengikuti sayembara tersebut sebagai peserta terakhir. Sang ayah Prabu Brawijaya mengatakan “Hai kamu pemuda yang bernama Lembu Sura kamu boleh mengikuti sayembara ini”.

lembu suro gunung kelud
sumber gambar: Lembu Suro (facebook)

Dengan kesaktian Lembu Sura ia segera merentang busur Kyai Garudayeksa dengan mudah.

Keberhasilan itu membuat para penonton bertepuk tangan dengan meriah.

Sedangkan putri Dyah Ayu Pusparani terlihat cemas dan khawatir karena tidak ingin menjadi istri manusia berkepala lembu atau sapi.

Langkah selanjutnya Lembu Sura mengangkat gong Kyai Sekardelima.

Sang putri berharap agar Lembu Sura gagal melewati ujian kedua itu.

Namun tak disangka, Lembu Sura berhasil mengangkat gong Kyai Sekardelima tersebut.

Para penonton terkaget dan bertepuk tangan sangat meriah , namun putri Dyah Ayu Purpasari hanya terdiam. Hati sang putri begitu kecewa dan bersedih.

Sang putri berkata sembari lari menuju istana “aku tidak mau bersuami dengan kau yang berkepala lembu”.

Prabu Brawijaya mendengar suara putrinya itu, ia pun merasa mengecewakan putrinya. Namun sebagai raja Kerajaan, Prabu Brawijaya harus menepati janjinya untuk menjaga martabatnya.

Putri Dyah Ayu Pusparani mau tidak mau harus menerima Lembu Sura sebagai suaminya.

Prabu Brawijaya pun angkat suara berkata “baiklah hadirin sekalian sesuai dengan perjanjian, maka Lembu Sura yang telah memenangkan sayembara akan ku nikahkan dengan putriku Dyah Ayu Pusparani”.

putri dyah ayu pusparani gunung kelud
gunung kelud sumber gambar : kuwaluhan.com

Dalam istana Putri Dyah Ayu Pusparani menangis meratapai nasibnya. Dan berhari hari ia mengurung diri dikamar tidak mau makan ataupun minum.

Melihat hal itu seorang Inang istana berusaha menasehati sang putri. Pengasuh Mak Inang mengatakan “Mohon maaf sang Putri jika saya mak Inang boleh memberi saran sebaiknya putri segera mencari cara jalan keluar sebelum tiba hari pernikahan itu”.

Putri pun mendengarkan perkataan itu dan bertanya “Benar juga saranmu, Mak Inang. Kita harus mencari cara bagaimana untuk membatalkan pernikahan dengan Lembu Sura.

Tapi apa yang harus dilakukan? apakah mak Inang memiliki saran ? “. Mereka terdiam sejenak suasana menjadi hening.

Tidak lama kemudian Mak Inang menemukan sebuah cara jalan keluar dan mengatakannya kepada sang putri

“Tuan putri saya usulkan untuk meminta Lembu Sura 1 syarat yang sulit sekiranya tidak bisa dituruti olhenya”.

Sang putri pun menjawab pertanyaan itu dengan berkata “Apakah usul syarat tersebut Mak Inang?”. Mak Inang berkata “Mintalah permintaan kepada Lembu Sura untuk dibuatkan sebuah sumur di puncak Gunung Kelud yang akan digunakan untuk kalian berdua mandu setelah acara pernikahan selesai, namun sumur tersebut harus selesai dalam jangka waktu semalam”.

Hingga akhirnya sang putri menerina usulan tersebut dan segera menyampaikan kepada Lembu Sura. Lembu Sura menyetujui persyaratan itu, dan pada sore hari berangkatlah ia ke Gunung Kelud bersama dengan keluarga istana , termasuk sang putri.

Setelah tiba di Gunung Kelud, Lembu Sura memulai menggali tanah dengan menggunakan sepasang tanduknya. Jarak waktu yang tidak begitu lama tanah tersebut tergali cukup dalam.

Saat malam semakin larut, galian sumur itu semakin dalam. Sehingga Lembu Sura sudah tidak tampak lagi dari bibir sumur.

putri Dyah Ayu Pusparani semakin panik dan khawatir. Sang putri mendesak ayahnya untuk menggagalkan usaha Lembu Sura.

Prabu Brawijaya tidak ingin mengecewakan anaknya untuk kedua kalinya. Timbullah cara untuk menggagalkan usaha tersebut yakni ingin menghabisi nyawa Lembu Sura.

Raja ikut angkat bicara dengan mengatakan “Aku sebagai raja Prabu Brawijaya memerintahkan para pengawal untuk menimbun sumur itu dengan tanah dan bebatuan yang cukup besar!”.

Semua para pengawal tersebut tidak berani membantah perintah Raja tersebut. Dan segera melaksanakan perintah Raja. Hingga akhirnya Lembu Sura yang berada didalam sumur tersebut berteriak meminta pertolongan.

Kata Lembu Sura ” Tolong … tolong jangan timbun saya didalam sumur ini”. Para pengawal tidak menghiraukan teriakan Lembu Suro itu.

Dalam waktu sekejap sumur itu sudah terkubur dengan Lembu Sura yang berada didalamnya. Meski begitu suara Lembu Sura masih terdengar dari dalam sumur itu .

Lembu Suro berkata sumpah serapah kepada Prabu Brawijaya dan juga seluruh rakyat Kediri akibat dari sakit hatinya.

gunung kelud wapik pokoke
sumber gambar : @_sepertimanusia_ (instagram)

Sumpah tersebut berisi ” Kediri mbesok bakalan pethuk piwalesku sing makaping kaping yo iku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar , Tulungagung bakal dadi Kedung “.

Arti dari sumpah tersebut adalah ” Wahai warga Kediri suatu saat akan bertemu dengan balasanku yang begitu besar, yaitu Kediri menjadi sungai , Blitar akan menjadi daratan , dan Tulungagung akan menjadi daerah perairan dalam”.

Sumpah tersebut mengandung janji bahwa setiap dua windu sekali dia akan merusak seluruh wilayah kerjaan Prabu Brawijaya.

Dengan sumpah itu membuat sang Prabu Brawijaya dan seluruh rakyatnya merasa terancam dan ketakutan.

Sang Prabu memerintahkan para pengawal untuk membangun sebuah tanggul pengaman yang begitu kokoh yang sekarang berubah menjadi Gunung Pegat. Dan juga menyelenggarakan larung sesaji di kawah Gunung Kelud.

Namun walaupun begitu sumpah Lembu Sura tetap juga terjadi. Setiap kejadian Gunung Kelud meletus, hal ini merupakan amukan dari Lembu Sura sebagai pembalasan dendam atas Prabu Brawijaya dan juga putrinya yang dipercaya oleh masyarakat sekitar.

Begitulah kisah ini terjadi yang hingga saat ini masih dipercaya oleh masyarakat,  khususnya di daerah desa Sugih Waras yang tinggal di daerah kawasan Gunung Kelud selalu rutin menggelar acara selamatan larung sesaji setiap tanggal 23 syura di kawah Gunung Kelud.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×